PROPORSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DAN TERIGU DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR SERTA ANALISA FINANSIALNYA
ISAAC PEREIRA
2007340021
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tumbuhnya usaha sektor
pertanian akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan industri produksi
pangan. Konsumen tepung terigu pada usaha sektor pertanian sangat di perlukan
dalam mendukung perkembangan industri yang lebih besar bergerak dibidang pangan
yang berkaitan dengan strategi pemasaran, khususnya untuk mempertemukan tingkat
produksi dan permintaaan produk tepung terigu dalam memenuhi kebutuhan konsumen
tepung.
Terigu memiliki sifat yang
istimewa karena dapat menghasilkan adonan yang dapat menahan gas dan dapat
berkembang secara elastis ketika gas memuai pada waktu proses pembakaran. Sifat
itu disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang bila tepung terigu
dicampur dengan air dan ragi (Winarno, 1997).
Industri pangan maupun
industri lain yang menggunakan tepung, maka kebutuhan akan tepung makin
meningkat. Umumnya berbagai produk makanan seperti roti, biskuit, kue dan mie adalah tepung terigu sedangkan bahan dasar pembuatan tepung terigu adalah
gandum. Gandum sampai saat ini masih diimpor dari luar negeri. Salah satu cara
untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada pembuatan roti tawar yaitu dengan
menggantikan sebagian tepung terigu dengan tepung lain misalnya tepung jagung.
Jagung berperan penting
dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya industri pangan yang ditunjang
oleh teknologi budi daya dan varietas unggul. Peningkatan Produksi jagung pada
tahun 2009 menjadi 699.193 ton pipilan kering (pk) dengan 3%,
pada tahun 2010 menjadi 846.693 ton meningkat 21%, Penigkatan Pertahun >6%
akhir tahun 2013 mencapai > 1 juta ton.
Jagung mempunyai kandungan
protein dan kalori yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dan mempunyai nilai
nutrisi yang hampir sama dengan beras dan sering kali dikonsumsi sebagai
pengganti beras sebagai bahan makan pokok. Persentase penggunaan jagung di
Indonesia adalah 71,7% untuk bahan makanan manusia, 15,5% untuk pakan
ternak, 0,8% untuk industri, 0,1% untuk diekspor, dan 11,9% untuk kegunaan
lainnya. Persentase penggunaan jagung di Indonesia adalah 71,7%
untuk bahan makanan manusia, 15,5% untuk pakan ternak, 0,8% untuk
industri, 0,1% untuk diekspor, dan 11,9% untuk kegunaan lainnya (Sudjana,
1991).
Dari Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh (Timotius T., 2008) Pencampuran tepung terigu dengan tepung jagung sebesar
80:20 dan konsentrasi natrium propionat sebesar 0,3% menghasilkan roti tawar
yang lebih baik dan dapat diterima.
1.2.
Tujuan Penelitian
1.
Menentukan proporsi tepung jagung dan tepung terigu
yang tepat pada pembuatan
roti tawar.
2.
Menganalisa kelayakan usaha roti tawar.
1.3.
Manfaat Penelitian
1.
Dapat
meningkatkan nilai ekonomis jagung.
2.
Memberikan
informasi kepada masyarakat tentang metode pembuatan roti tawar dengan proporsi
tepung jagung dan tepung terigu.
1.4.
Hipotesis
1.
Proporsi tepung jagung dan tepung terigu berpengaruh terhadap kualitas roti tawar.
2.
Usaha pembuatan roti tawar layak diusahakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Jagung (Zea Mays L)
Jagung merupakan tanaman semusim (annual).
Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus
merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan
generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung
umumnya berketinggian antara 1-3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6
m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum
bunga jantan. (Anonim, 2006).
Menurut Tjitrosoepomo (1991),
tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan
jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas :
Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo :
Graminae
Famili :
Graminaceae
Genus :
Zea
Spesies :
Zea mays L.
Menurut Suprapto dan Marzuki
(2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah
mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain.
Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn), dan jagung manis (sweet corn) juga terdapat di Indonesia.
Jagung normal mengandung 10-12%
lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari dua bagian, yaitu embrio dan
skutelum. Embrio mencakup 1,1% dari berat biji jagung (sekitar 10% bagian
lembaga) dan mengandung 30,8% protein. Sedangkan skutelum merupakan tempat
penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan biji. Skutelum terdiri dari
beberapa jaringan, yaitu epithelium, parenkim, epidermis, dan provaskular.
Jaringan parenkim terdiri dari sel yang mengandung nukleus, sitoplasma,
beberapa granula pati, dan oil bodies yang mencakup 83% dari total lemak dalam
biji jagung (Watson, 2003).
Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung
Bagian Anatomi
|
Jumlah (%)
|
Pericarp (bran)
|
5,3
|
Endosperma
|
82,9
|
Lembaga (germ)
|
11,1
|
Tip cap
|
0,8
|
Sumber: Watson (2003)
2.2.
Jenis Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis
tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae). Varietas jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa
kriteria, antara lain: tinggi tempat penanaman, umur varietas, perbenihannya,
serta warna dan tipe biji. Namun secara umum, pengklasifikasian jagung
dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya (Suprapto 1998).
Berdasarkan bentuk kernelnya, ada
6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour, sweet, pop,
dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas dan
komposisi endosperma. Jagung jenis dent
dicirikan dengan adanya selaput corneous,
horny endosperm, pada bagian sisi dan
belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung. Endosperma
yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu, yang merupakan
ciri khas jagung jenis dent (Johnson,
1991).
Jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras, lapisan endosperma yang
seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop, merupakan salah satu jenis jagung
yang paling primitif. Ciri-cirinya adalah selaput endospermanya sangat keras
dan memiliki kernel kecil seperti jenis flint.
Jagung jenis flour juga merupakan
jenis jagung yang sangat tua, dicirikan dengan adanya endosperma lunak yang
menembus kernel, sangat mudah untuk dihancurkan tetapi sangat mudah juga
ditumbuhi kapang, terutama bila ditanam di lahan basah (Anonim, 2007). Jagung
jenis sweet diyakini sebagai jenis
jagung mutasi. Kadar sakarida terlarutnya mencapai 12% berat kering. Sedangkan
jagung jenis pod, merupakan jagung
hias dengan kernel tertutup, dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam
secara komersial (Johnson, 1991).
Tabel 2. Jenis Jagung dan Sifat-Sifatnya
Jenis jagung
|
Sifat-sifat
|
Jagung gigi kuda
(Zea mays
identata)
|
Biji berbentuk gigi, pati yang keras
menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ke
ujung.
|
Jagung mutiara
(Zea mays
indurata)
|
Biji sangat keras, pati yang lunak
sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.
|
Jagung bertepung
(Zea mays
amylacea)
|
Endosperma hampir seluruhnya berisi
pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji yang sudah kering permukaannya
berkerut.
|
Jagung berondong
(Zea mays evertia)
|
Butir biji sangat kecil, keras seperti
pada tipe mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil dibandingkan pada tipe
mutiara
|
Jagung manis
(Zea mays saccharata)
|
Endosperma berwarna bening, kulit biji
tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut
|
Sumber : Suprapto (1998)
Menurut Suprapto (1998), jagung
yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint),
seperti Jagung Arjuna (mutiara), Jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2
(setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain
jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung
tipe berondong (pop corn), jagung
gigi kuda (dent corn), dan jagung manis
(sweet corn).
2.3.
Komposisi Kimia Biji Jagung
Menurut Boyer dan Shannon (2003),
komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat
biji) yang sebagian besar berisi pati dan mayoritas terdapat pada bagian
endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86% pati dan sekitar 1% gula. Pati
terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum,
pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%.
Gula dalam biji jagung terdapat
dalam bentuk monosakarida (D-glukosa dan D-fruktosa), disakarida dan
trisakarida, serta gula alkohol. Sukrosa merupakan disakarida terbanyak dalam
biji jagung (2-3 mg per endosperma). Sedangkan maltosa, trisakarida, dan
oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit. Adapun phytate (hexaphosphoric ester
dari myo-inositol) diketahui sebagai
satu-satunya gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate ditemukan di dalam skutelum dan
10%-nya terdapat di dalam aleuron (Boyer dan Shannon, 2003).
Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komponen
|
Pati
(%)
|
Protein
(%)
|
Lipid
(%)
|
Gula
(%)
|
Abu
(%)
|
Serat
(%)
|
Biji utuh
|
73,4
|
9,1
|
4,4
|
1,9
|
1,4
|
9,5
|
Endosperma
|
87,6
|
8,0
|
0,8
|
0,62
|
0,3
|
1,5
|
Lembaga
|
8,3
|
18,4
|
33,2
|
10,8
|
10,5
|
14
|
Perikarp
|
7,3
|
3,7
|
1,0
|
0,34
|
0,8
|
90,7
|
Tip cap
|
6,3
|
9,1
|
3,8
|
1,6
|
1,6
|
95
|
Sumber:
Watson (2003)
Menurut Lawton dan Wilson (2003),
kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi
albumin, globulin, prolamin (zein), dan glutelin. Albumin dan globulin terdapat
pada lembaga (30% dari total protein) dan endosperma (6% dari total protein).
Prolamin banyak terdapat pada endosperma (60% dari total protein) dan lembaga
(5% dari total protein). Glutelin banyak terdapat pada endosperma jagung (26%
dari total protein) dan lembaga (23% dari total protein). Sedangkan prolamin
dan globulin banyak ditemukan pada endosperma. Protein terbanyak dalam jagung
adalah zein dan glutelin. Zein diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan
prolamin yang tak larut dalam air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena
adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan
dalam air juga disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup
hidrokarbon dan tingginya prosentase grup amida yang ada dengan jumlah grup
asam karboksilat bebas yang relatif rendah (Johnson, 1991).
Tabel 4. Distribusi Protein Di Dalam Endosperma Jagung
Protein
|
Kandungan pada jagung
|
||
Normal (%)
|
Opaque-2 (%)
|
Floury-2 (%)
|
|
Albumin
|
4,7
|
20,2
|
5,6
|
Globulin
|
3,5
|
-
|
3,4
|
Prolamin
|
45,8
|
14,6
|
32,3
|
Glutelin
|
38,0
|
53,2
|
44,3
|
Residu
|
9,0
|
12,0
|
14,5
|
Sumber: Lawton dan Wilson (2003)
Protein terbanyak dalam jagung
adalah prolamin (zein) dan glutelin. Kandungan zein berkisar antara 44-79% dari
endosperma jagung. Zein merupakan protein yang larut dalam pelarut alkohol dan
terdiri dari beberapa komponen, yaitu α, β, γ, dan δ-zein. α-zein merupakan
prolamin terbanyak dalam biji jagung (70% dari total zein). Bila dibandingkan
dengan α-zein, β-zein mengandung sejumlah besar asam amino sistein dan
metionin, tetapi kekurangan asam amino glutamin, leusin, dan prolin. γ-zein
merupakan prolamin terbanyak kedua dalam biji jagung (20% dari total zein).
Seperti halnya α-zein, dan β-zein,
γ-zein juga kekurangan asam amino lisin dan triptofan tetapi kaya akan asam
amino prolin dan sistein. Sedangkan δ-zein kaya akan asam amino metionin
(Lawton 2003) Adapun glutelin yang larut dalam asam atau basa memiliki jumlah
asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada
zein, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity,
1996).
Menurut Lawton (2003), sekitar
76-83% lipid dalam biji jagung terdapat di bagian lembaga. Kandungan lipid
tersebut terutama adalah triasilgliserols (TAGs), yaitu sekitar 95%. Selain
itu, biji jagung juga mengandung fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon, fitosterol
(sterol dan stanol), asam lemak bebas, karotenoid (vitamin A), tocol (vitamin E), dan waxes yang jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan TAG. Asam lemak yang terkandung pada minyak jagung antara lain
asam linoleat (59,7%), asam oleat (25,2%), asam palmitat (11,6%), asam stearat
(1,8%), dan asam linolenat (0,8%).
Biji jagung juga mengandung
beberapa vitamin seperti kolin (567 mg/kg), niasin (28 mg/kg), asam pantotenat
(6,6 mg/kg), piridoksin (5,3 mg/kg), tiamin (3,8 mg/kg), riboflavin (1,4
mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg), biotin (0,08 mg/kg), serta vitamin A (-karoten)
dan vitamin E (-tokoferol) masing-masing sebesar 2,5 mg/kg dan 30 IU/kg
(Watson, 2003). Sedangkan mineral–mineral yang terdapat pada biji jagung dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan mineral biji jagung (berdasarkan berat kering)
Mineral
|
Rata – Rata (%)
|
Fosfor
|
0,29
|
Potasium
|
0,37
|
Magnesium
|
0,14
|
Sulfur
|
0,12
|
klorin
|
0,05
|
Kalsium
|
0,03
|
Sodium
|
0,03
|
Sumber: Watson (2003)
2.4.
Tepung Jagung
Menurut Asmarajati (1999),
penepungan adalah suatu proses penghancuran bahan pangan yang didahului suatu
proses pengeringan menjadi butiran-butiran yang sangat halus, kering dan tahan
lama, serta fleksibel dalam penggunaannya. Penggilingan biji jagung ke dalam
bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap. Pengolahan biji jagung menjadi
tepung telah lama dikenal masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk
meningkatkan mutu tepung jagung yang dihasilkan.
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung
jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Proses pembuatan tepung jagung adalah
biji jagung disortasi kemudian disosoh. Proses sortasi untuk menggolongkan bahan
atas tingkat kebagusan dan keseragaman serta untuk memisahkan bahan dari benda
asing. Sedang penyosohan bertujuan untuk memisahkan kulit, endosperm, lembaga
dan tip cap sehingga yang tersisa
hanya endosperma saja. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling
menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki
kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan karena dapat menyebabkan
tekstur tepung menjadi kasar dan tidak sesuai SNI 01-3727-1993 sedangkan germ merupakan bagian yang paling tinggi
kandungan lemaknya sehingga perlu dipisahkan karena dapat menyebabkan tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji
jagung pada tongkol jagung. Tip cap
juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi
kasar. Apabila pemisahan tip cap
tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung dilakukan menggunakan
metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali.
Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar
berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap.
Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan. Selanjutnya,
grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam
air selama 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk membuat grits
jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses penggilingan grits
jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan
disc mill (penggiling halus). Hasil
penggilingan halus berupa tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak
dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh (Juniawati 2003).
Jagung tidak mengalami perendaman
yang lama pada proses penggilingan kering. Pembasahan hanya dilakukan untuk
mengkondisikan agar endosperma jagung melunak sebelum jagung dipaparkan pada hammer mill. Penggilingan kedua
merupakan penggilingan grits jagung
yang telah dikeringkan menggunakan disc
mill (penggiling halus) sehingga dihasilkan tepung jagung. Proses
pengayakan dengan saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan untuk
memperoleh tepung jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai
kebutuhan (Hoseney, 1998).
Penggilingan jagung merupakan
proses pengecilan ukuran dengan gaya mekanis menjadi beberapa fraksi ukuran
yang lebih kecil. Alat penggilingan yang digunakan untuk membuat tepung dari
serealia terdiri dari alat penghancur dan penggilas (grinder dan ultra fine grinder). Hasil penggilingan
kemudian diayak untuk memisahkan bagian kulit dan serat-seratnya. Hasil
gilingan diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapat berbagai tingkat
hasil giling (Rosmisari, 2006).
Selama proses pengolahan tepung
jagung, cara-cara penanganan yang diterapkan oleh pekerja akan berdampak
terhadap mutu jagung. Cara-cara yang kasar, tidak bersih dan higienis akan
menyebabkan penurunan mutu dan tercemarnya jagung hasil olahan. Untuk dapat
menjangkau pasaran secara luas, maka ketentuan persyaratan kualitas tepung
jagung harus terpenuhi sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Syarat
mutu jagung meliputi keadaan bau, rasa, warna, cemaran benda asing, kehalusan,
kadar air, abu, serat kasar, derajat asam, kandungan logam, dan mikroba. Syarat
mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995 sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6. Syarat Mutu Tepung Jagung Berdasarkan SNI
Kriteria Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
Keadaan:
|
|
|
-
Bau
-
Rasa
-
Warna
-
Benda
asing
-
Serangga
-
Pati
selain jagung
|
-
|
Normal
|
-
|
Normal
|
|
-
|
Normal
|
|
-
|
Tidak boleh
|
|
-
|
Tidak boleh
|
|
-
|
Tidak boleh
|
|
Kehalusan:
|
|
|
-
Lolos
80 mesh
-
Lolos
60 mesh
|
%
|
Min 70
|
%
|
Min 99
|
|
Kadar air
|
% (b/b)
|
Maks 10
|
Kadar abu
|
% (b/b)
|
Maks 1.5
|
Silikat
|
% (b/b)
|
Maks 0.1
|
Serat kasar
|
% (b/b)
|
Maks 1.5
|
Derajat asam
|
ml N NaOH / 100 g
|
Maks 4.0
|
Timbal
|
Mg/kg
|
Maks 1.0
|
Tembaga
|
Mg/kg
|
Maks 10
|
Seng
|
Mg/kg
|
Maks 40
|
Raksa
|
Mg/kg
|
Maks 0.04
|
Cemaran arsen
|
Mg/kg
|
Maks 0.5
|
Angka lempeng total
|
Koloni/g
|
Maks 5 x 106
|
E.coli
|
APM/g
|
Maks 10
|
Kapang
|
Koloni/g
|
Maks 104
|
Sumber:
Badan Standardisasi Nasional 01-3727-1995
Jagung yang digunakan dalam
pembuatan tepung umumnya merupakan tipe putih dan banyak ditanam di Sulawesi
Selatan. Komposisi kimia dari tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 7. Masalah
yang dihadapi dalam pengembangan teknologi pembuatan tepung jagung adalah cukup
banyaknya kulit biji dalam tepung. Hal ini membuat tepung bertekstur kasar,
sehingga rasanya kurang disukai. Untuk mendapatkan tepung yang berstruktur
halus maka tepung harus bebas dari kulit biji jagung (GMSK, 1999). Menurut
Hadiningsih (1999), rendemen tepung jagung yang berukuran partikel 100 mesh
adalah sebesar 72%, sisanya berupa biji-bijian yang tidak lolos saringan, kulit
dan tip cap.
Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung
Jagung
Komposisi
|
Tepung Jagung
|
Kalori (kal)
|
355
|
Protein (g)
|
9,2
|
Lemak (g)
|
3,9
|
Karbohidrat (g)
|
73,7
|
Kadar air (g)
|
12
|
Sumber: Direktorat Gizi, Komposisi Bahan Makanan (1990)
Table 8. Kandungan Nutrisi Tepung Jagung Dibanding Tepung Terigu
Kandungan Nutrisi
|
Tepung Jagung
|
Tepung Terigu
|
Kalori (Kal)
|
355
|
365
|
Lemak (%)
|
5,42
|
2,09
|
Serat kasar (%)
|
4,24
|
1,92
|
Abu
(%)
|
1,35
|
1,83
|
Protein (%)
|
11,02
|
14,45
|
Pati
(%)
|
79,95
|
18,74
|
Sumber: Suarni (2001)
2.5.
Proses Pembuatan Tepung Jagung
2.5.1. Sortasi
Sortasi adalah merupakan langkah
awal dari suatu kegiatan pengolahan bahan pangan, yang dilakukan dengan cara
memilih bahan-bahan pangan olahan yang berkualitas serta kegiatan membersihkan
bahan pangan tersebut mulai dari pembersihan, pencucian, pengeringan sampai
pada proses pengolahan bahan pangan selanjutnya. Evaluasi mutu dilakuakan untuk
menjaga agar bahan yang digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu untuk menjaga
kualitas hasil olahan bahan pangan yang dipandang dari aspek kebersihan bahan
pangan tersebut. Proses sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat
kebagusan dan keseagaman serta untuk memisahkan bahan dari benda asing.
2.5.2. Penggilingan I
Penggilingan pertama
(penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill yang bertujuan untuk memisahkan bagian endosperma
jagung dengan kulit, lembaga, dan tip cap.
Kemudian kulit ari, lembaga dan tip cap
dipisahkan melalui pengayakan.
2.5.3. Perendaman Dalam Air
Hasil dari penggilingan kasar
tersebut kemudian direndam selama 4 jam dan dicuci dalam air untuk memisahkan grits jagung yang banyak mengandung pati
dari kulit, lembaga, dan tip cap yang
dapat menjadi sumber kontaminasi. Kulit harus dipisahkan dari endosperma karena
memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur
kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan
lemaknya sehingga harus dipisahkan karena berhubungan erat dengan ketahanan
tepung terhadap ketengikan akibat oksidasi lemak. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar dan menimbulkan
butir-butir hitam pada tepung apabila pemisahannya tidak sempurna.
2.5.4. Pengeringan
Proses pengeringan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sinar matahari sebagai energi panas dan
dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan dengan cara penjemuran sangat
tergantung pada keadaan iklim, suhu dan kelembaban serta kecepatan aliran udara
tidak terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering terjadi
sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan produk kering yang bermutu baik sesuai
dengan yang diharapkan, jika kondisi pengeringan benar-benra terkontrol.
Pengeringan dengan alat pengering umumnya lebih cepat dibandingkan dengan
penjemuran serta dapat lebih mempertahankan warna bahan baku yang dikeringkan
(Muchtadi dan Sugiyono. 1992).
2.5.5. Penggilingan II
Penggilingan kedua
yang merupakan penggilingan grits
jagung menggunakan disc mill
(penggiling halus). Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung. Penggilingan
kedua ini merupakan suatu tahap yang sangat penting untuk mendapatkan kualitas
tepung yang benar-benar berkualitas, maka penggilingan harus dilakukan sesuai
prosedur dan teliti.
2.5.6. Pengayakan
Proses pengayakan
dengan saringan berukuran 80 atau 100 mesh dapat dilakukan untuk memperoleh
tepung jagung dengan ukuran partikel yang diinginkan sesuai kebutuhan. Proses
akhir dari proses pembuatan tepung jagung, dan yang sangat menentukan adalah
jenis ayakan yang dipakai.
2.6.
Roti
Roti memiliki definisi umum
adalah makanan yang dibuat dari tepung terigu (tepung gandum) diragikan oleh
khamir (Saccharomyces cereviceae)
yang dipanggang lalu ke dalamnya ditambahkan bahan pelezat sebagai pelengkap
(Wikipedia. 2009).
Menurut Mudjadjanto dan Yulianti
(2004) roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu
dengan ragi atau bahan pengembang lainnya, kemudian dipanggang. Roti adalah
makanan yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan
dipanggang ke dalam adonan, serta boleh ditambahkan garam, gula, susu, lemak,
dan bahan-bahan pelezat seperti coklat, dan kismis. Roti adalah makanan yang
terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap
pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven.
Roti adalah produk makanan hasil
fermentasi tepung dengan ragi atau bahan pengembang lainnya, kemudian
dipanggang. Roti merupakan salah satu produk bioteknlogi konvensional karena
didalam proses pembutannya berlangsung proses fermentasi yang melibatkan
mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Pembuatan roti dapat dibagi
menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran.
Kedua proses utama ini akan menentukan mutu hasil akhir dari produksi roti
tersebut. Roti dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus,
dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao dan mantao adalah contoh roti yang
dikukus. Donat dan panada merupakan roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti
tawar, roti manis, pita bread, dan baquette adalah roti yang dipanggang
(Suprapti, 2003).
Manfaat roti diperkaya dengan
berbagai macam zat gizi. Sebut saja β-karoten, thiamin (vit B1), riboflavin
(vit B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium dan
sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu untuk meningkatkan
mutu protein bagi tubuh. kandungan protein yang terdapat dalam roti mencapai
9,7%, lebih tinggi ketimbang nasi yang hanya 7,8%. Selain itu tidak seperti
nasi yang hanya memiliki kadar pati 4-8%, dalam roti terdapat 13% pati (Jenie,
1993).
2.7.
Jenis-Jenis Roti
Roti dapat dibedakan atas roti
putih (white bread) dan roti (whole wheat bread). Roti putih dibuat
dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari tepung gandum utuh.
(Mudjajanto. dkk, 2004). Proses
pengolahan gandum menjadi terigu akan membuang bagian dedak yang kaya mineral
dan serat pangan (dietary fiber).
Namun saat ini, roti dari tepung gandum utuh dihargai lebih mahal karena
kandungan gizi lebih banyak (Kusmiati, 2005).
Menurut Kusumastuti, (2006), Roti
juga mempunyai beberapa variasi yang terbagi menjadi lima jenis roti, yaitu:
1.
Bakery,
jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, air,
dan ragi yang dalamnya dapat diisi keju, coklat, atau yang lainnya.
2.
Cake,
jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk atau
coklat dengan bahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur tanpa menggunakan
isi.
3.
Pastry,
jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croissant.
4.
Donut, jenis roti tawar atau manis yang
digoreng dan berlubang di tengahnya
5.
Roti
tawar, jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu,susu, telur, mentega, ragi,
dan air tanpa menggunakan isi.
2.8.
Roti Tawar
Roti tawar umumnya dibuat dari
tepung terigu yang ditambahkan gula, mentega atau margarin, susu bubuk, garam,
ragi roti, malt dan air. Tepung terigu yang paling baik untuk bahan dasar roti
adalah tepung terigu yang berprotein
tinggi (Anonim, 2008).
Roti adalah produk makanan yang
terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain,
kemudian dipanggang. Roti beranekaragam jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan
rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Roti tawar merupakan salah satu
jenis makanan yang berbentuk sponge,
yaitu makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung - gelembung
gas. Produk ini terdiri dari gas sebagai fase
diskontinyu dan zat padat sebagai fase
kontinyu (Astawan, 2006). Berdasarkan bahan pengembang yang digunakan, roti
tawar termasuk dalam yeast raised goods,
yaitu adonan yang mengembang karena adanya karbondioksida yang dihasilkan dari
proses fermentasi gula oleh yeast (Apriyantono, 2009).
Tabel 9. Komposisi Kimia Roti Tawar Dalam 100 g Bahan
Komposisi
|
Jumlah
|
Protein (g)
|
8.0
|
Karbohidrat (g)
|
50.0
|
Lemak (g)
|
1.5
|
Air (g)
|
39.0
|
Vitamin dan mmineral
|
1.5
|
Sumber : Mantred Lange dan
Bogasari Baking Center. (2006)
Pembuatan roti tawar perlu
memperhatikan keseimbangan antara pembentukan gas (gas production) dan
kemampuan menahan gas (gas retention), karena kedua hal tersebut mempengaruhi
mutu roti tawar. Ada dua kriteria untuk menilai mutu roti tawar, yaitu kriteria
luar yang meliputi volume, warna kulit (color
of crust), keistimewaan bentuk (symetry
of form), karakteristik kulit (character
of crust), dan hasil pemotongan, serta kriteria dalam yang meliputi
porositas (grain), warna daging roti
(color of crumb), aroma, rasa,
pengunyahan, dan tekstur (Mila, M. 1998). Dari beberapa kriteria tersebut yang
paling umum digunakan untuk menilai mutu roti tawar adalah volume (tingkat pengembangan),
porositas, tekstur, rasa, dan aroma. Volume, porositas, dan tekstur sangat
dipengaruhi oleh keseimbangan antara pembentukan gas dan kemampuan menahan gas
(Wahyudi. 2003).
Tabel 10. Syarat Mutu roti Tawar SNI 01-3840-1995
Kriteria uji
|
Satuan
|
Persyartan
|
Kenampakan
|
-
|
Normal, tidak berjamur
|
Bau
|
-
|
Normal
|
Rasa
|
-
|
Normal
|
Kadar air
|
%b/b
|
Maksimal 40
|
Kadar abu
|
%b/b
|
Maksimal 1
|
Kadar NaCl
|
%b/b
|
Maksimal 2,5
|
Serangga
|
-
|
Tidak boleh ada
|
Sumber: Badan Pengawasan
Obat dan Makanan.
2007
Pembuatan roti merupakan bentuk
lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyce sp). dalam proses
fermentasi, Saccharomyces sp merubah
karbohidrat menjadi karbondiokasida dan alkohol. Karbondioksida merupakan gas
yang dapat dilepaskan ke udara bebas. Di dalam sebuah adonan, gas yang
dihasilkan dari proses fermentasi oleh Saccharomyces
sp terjebak oleh pekatnya adonan tersebut, sehingga gas tersebut tidak dapat
dilepaskan ke udara bebas (Winarno, 2004). Gas yang dihasilkan dari proses
fermentasi ini dimanfaatkan untuk mengembangkan adonan. Dengan pemanasan pada
oven dengan suhu tinggi gas akan memuai, sehingga adonan akan tambah
mengembang. Pemanasan juga berfungsi untuk mematikan sel-sel ragi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
Selain hal tersebut, terbentunya
alkohol dari proses fermentasi juga dapat meberikan aroma khas pada adonan.
Dengan demikian pemberian Saccharomyces
sp dalam pembuatan roti selain berperan dalam mengembangkan adonan juga
dapat menambah aroma, sehingga meningkatkan cita rasa konsumen (Hidayat, 2007).
Setiap
bahan juga mempunyai karakteristik fisik, kimia dan mekanik yang berbeda,
demikian juga perubahan sifat–sifat tersebut akibat pengolahan mungkin berbeda.
Oleh karena itu sebelum mengetahui cara pembuatan roti, terlebih dahulu
mengenal jenis bahan yang akan digunakan, fungsi dalam pembuatan roti serta
sifat–sifat yang dibutuhkan. Hal ini perlu diketahui untuk bisa memilih bahan
secara ekonomis dan mengendalikan mutu produk sesuai dengan keinginan (Buckle,
1985).
Pada prinsipnya roti dibuat
dengan cara mencampurkan tepung dan bahan penyusun lain menjadi adonan kemudian
di fermentasi dan dipanggang. Pembuatan roti dapat dibedakan atas dua bagian
utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama
ini akan menentukan mutu hasil akhirnya. Proses pengadukan bahan baku roti erat
kaitannya dengan pembentukan zat gluten,
sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktifitas fermentasi.
Prinsip dari proses pengadukan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat
glutenya sehingga struktur spiralnya akan berubah sejajar satu dengan yang
lainnya. Jika struktur ini tercapai, maka permukaan adonan terlihat mengkilap
dan tidak lengket dan adonan akan mengembang pada titik optimum dimana zat
gluten dapat ditarik atau dikerutkan (Subarna. 2002). Proses yang terpenting
dalam pembuatan roti adalah pemanggangan. Melalui proses ini adonan roti diubah
menjadi produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan aromanya merangsang.
Pada saat yang sama substansi rasa terbentuk meliputi karamelisasi gula, pirodekstrin, dan melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik
yang dikehendaki (Anonim, 2009a).
2.9.
Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuatan
Roti Tawar
2.9.1. Tepung Terigu
Dalam pembuatan roti tawar,
tepung yang digunakan yaitu tepung terigu yang mengandung protein tinggi
seperti tepung terigu hard wheat yang
mengandung 11-13% protein sementara yang protein rendah maksimal 11%. Tingginya
protein yang terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan,
daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti tawar (Jaya, 2008).
Terigu berprotein tinggi tidak saja menambah nilai gizi roti tetapi akan
menentukan tekstur akhir roti. Selain itu, tekstur roti juga ditentukan oleh
keseimbangan antara mentega dan telur (Anonim, 2008).
Tepung terigu hasil penggilingan
harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah menggumpal jika ditekan,
berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau asing seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus, kotoran, dan
kontaminasi benda-benda asing lainnya. Yang harus dipertimbangkan adalah
terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai
korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar abu erat hubungannya
dengan tingkat dan kualitas adonan (Sriboga, 2005).
Tepung merupakan bahan baku utama
roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung,
havermouth. Untuk roti yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung
gandum, karena beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur
dengan air akan menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat roti
mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk
menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali
(Bogasari. 2010).
Tabel 11. Komposisi Kimia Tepung Terigu dalam 100 gr bahan
Komposisi
|
Jumlah
|
Bdd (%)
|
100
|
Energi (kal)
|
375
|
Air (g)
|
12.0
|
Protein (g)
|
8.9
|
Lemak (g)
|
1.3
|
Karbohidrat (g)
|
77.3
|
Mineral (g)
|
0.5
|
Kalsium (g)
|
16
|
Phosphor (mg)
|
10.6
|
Besi (mg)
|
1.2
|
Vitamin B1 (mg)
|
1.2
|
Vitamin C (mg)
|
0
|
Sumber: Wijandi dan Saillah
(2003)
Menurut Astawan (2008)
berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu yang beredar dipasaran
dapat dibedakan atas 3 macam yaitu:
1.
Hard flour (terigu protein tinggi). Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%.
Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi.
Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra Kembar.
2.
Medium hard flour (terigu protein sedang). terigu ini mengandung protein sebesar 9,5-11%. Tepung ini banyak
digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue, serta biscuit.
Contohnya terigu dengan merk dagang segitiga biru.
3.
Soft flour (tepung protein rendah). terigu ini mengandung
protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan
biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang kunci biru.
Tepung terigu diperoleh dari
hasil penggilingan gandum yang banyak dipergunakan dalam industri pangan.
Komponen terbanyak dari tepung terigu adalah pati sekitar 70% yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati sekitar 20% dengan suhu
gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008).
Tabel 12. Syarat Mutu Tepung Terigu
Karakteristik
|
Mutu
|
Kadar air, maksimum
|
12,5 %
|
Kadar abu, maksimum
|
2,2 %
|
Kadar silika, maksimum
|
0,1 %
|
Derajat asam, maksimum (ml NaOH 1 N/100 gr)
|
4
|
Bau dan rasa
|
Normal
|
Serangga, sisa serangga (telur, larva, kepompong dan
lain-lain)
|
Tidak ada
|
Bahan pengawet dan atau pemanis tambahan
|
Tidak ada
|
Keadaan
|
Harus baik, tidak rusak dan tidak mengandung campuran
|
Sumber : SNI 01-3751-1995
2.9.2. Tepung Jagung
Proses pembuatan tepung jagung
melalui tahap-tahap penggilingan kasar hingga diperoleh beras jagung, pemisahan
kulit dan lembaga, penggilingan halus dan pengayakan (Richana N, Suarni. 2007).
Tepung jagung dibuat dari jagung
pipil yang sudah betul-betul tua dan kering. Caranya sebagai berikut: jagung
dicuci, direndam beberapa jam, lalu ditiriskan. Kemudian ditumbuk sampai halus,
kalau masih basah dapat dijemur. Tepung jagung dapat dimasak menjadi nasi
jagung yang disebut tiwul jagung (Kent & Evers, 1994).
Jagung mengandung karbohidrat
sekitar 71–73% yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula dan serat.
Jagung mengandung sekitar 10% protein. Kandungan lemak sekitar 5%. Jagung hanya
mengandung sedikit kalsium, kemudian fosfor dan zat besi terdapat dalam jumlah
yang sedikit banyak (Koswara. 2000).
Tabel 13. Komposisi Kimia Tepung Jagung dalam 100 g Bahan
Komposisi
|
Jumlah
|
Kalori (kal)
|
355
|
Kalsium (mg)
|
10
|
Protein (g)
|
9.2
|
Besi (mg)
|
2,4
|
Air (g)
|
12.0
|
Karbohidrat (g)
|
73.7
|
Lemak (g)
|
3.9
|
Fosfor (mg)
|
256
|
Vit A (SI)
|
510
|
Vit B1 (mg)
|
0.38
|
Vit C (mg)
|
0
|
Bdd ( %)
|
100
|
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes
RI. 1990
Semua bahan makanan mengandung
nilai gizi, dengan komposisi yang berbeda-beda. Begitu pula jagung. Jika diolah
dengan tambahan aneka bahan lain, jagung dapat memenuhi kebutuhan gizi
seseorang, hingga sesuai dengan prinsip menu sehat seimbang. Bahan makanan yang
mengandung gluten dicurigai dapat mempengaruhi kesehatan usus pada penderita
autis. Bagi penderita autis, gluten dianggap sebagai racun karena tubuh
penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna protein jenis ini.
Akibatnya protein yang tidak tercerna ini akan diubah menjadi komponen kimia
yang disebut opioid. Opioid bersifat layaknya obat-obat seperti opium yang
bekerja seperti toksin yang dapat mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas
serta gangguan perilaku (Nirmala, 2008).
2.9.3. Ragi atau yeast
Ragi berfungsi sebagai pengembang
adonan dengan produksi gas CO2, serta sebagai pelunak gluten dengan
asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma. Ragi/yeast sendiri sebetulnya
mikroorganisme, suatu mahkluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan
dalam pembuatan roti (Apriyantono, 2009).
Menurut Mudjajanto dan Yulianti,
(2004) menyatakan bahwa untuk pembuatan roti, sebagian
besar ragi berasal dari mikroba jenis Saccharomyces
cerevisiae. Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa
persyaratan harus dipenuhi diantaranya sebagai berikut:
1.
Adanya
keseimbangan gula, garam, terigu dan air.
2.
Agar
mikroba tumbuh baik maka pH diatur berkisar 2,0–4,5, oksigen cukup tersedia
karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar 30oC.
Ragi untuk terciptanya
keseimbangan gula, garam, terigu, air dan mikroba tumbuh dengan baik maka pH
diatur berkisar 2,0-4,5 sehingga oksigen cukup tersedia karena mikroba yang
hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar 30oC, sementara
ragi yang dikehendaki harus dapat menghsilkan CO2 pada saat
pengadukan adonan sampai dimatikan dan harus sehat dengan ciri berwarna bagus
dan mudah larut dalam air (Utomo, 2006)
Ada 3 jenis ragi yang umum
dikenal, yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi roti
berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Umumnya mikroorganisme pada
ragi dibiarkan tumbuh pada bahan pengisi berupa tepung beras atau bahan lain
mengandung karbohidrat tinggi, kemudian dikeringkan. Ragi roti dan ragi tapai
mengandung khamir yang sama, yaitu Saccharomyces
cereviciae (Andarwulan, 2009).
Semua jenis ragi untuk membuat
roti merupakan spesies dari Saccharomyces
cerevisiae, yang berasal dari kata Saccharo
yang berarti gula, myces yang brarti
makan, dan cerevisae yang berarti
berkembang biak. Berarti ragi roti adalah spesies yang hidup dalam berkembang
biak dengan memakan gula. Enzim ragi yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya disbut fermentasi alkohol
(Lange dan Bogasari, 2004).
2.9.4. Bread Improver
Bread improver ditambahkan pada proses
pencampuran dengan dosis pemakaian 0,3%-1,5% dari berat tepung. Bread improver dapat memperbaiki
karakteristik adonan, sehingga adonan dapat beradaptasi terhadap peralatan. Bread improver juga memiliki proses
fermentasi yang teratur dan membantu pengembangan selama proses baking. Selain
itu juga bread improver juga dapat
mendiversifikasi produk roti dengan mempengaruhi struktur daging roti (crumb tekstur), warna kulit roti (crust), tampilan roti, volume, aroma,
rasa dan simpannya (Hamidah, 2008:34).
Untuk meningkatkan kualitas roti
baik dari segi volume maupun tekstur sehingga roti semakin mengembang dan
empuk. Bread Improved berfungsi
untuk:
1.
Melengkapi
zat makanan yang dibutuhkan ragi, sehingga ragi tumbuh sempurna
2.
Menghasilkan
gas serta prekursor flavor pada produk
3.
Merupakan
penstabil (buffer) agar kondisi adonan tetap sesuai
4.
Perkembangan
ragi
5.
Penguat
gluten
6.
Memperbaiki
warna kulit dan remah (crumb)
7.
Meningkatkan volume
8.
Memperpanjang
masa simpan.
2.9.5. Gula Pasir
Menurut Wahyudi (2003) gula yang
biasa digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah gula sukrosa (gula putih dari
tebu atau dari beet) baik berbentuk kristal maupun berbentuk tepung, Penggunaan
gula pada roti tawar ditujukan untuk:
1.
Menyediakan
makananan bagi ragi dalam fermentasi
2.
Membantu
dalam pembentukan krim dari campuran
3.
Memperbaiki
tekstur produk,
4.
Membantu
memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran
5.
Menghasilkan
kulit (crust) yang baik
6.
Menambah
nilai nutrisi pada produk
Sukrosa atau gula pasir dikenal
sebagai bubuk sweetener, yaitu bahan pemanis yang biasanya digunakan dalam
jumlah banyak. Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah D-glucopyranosil dan D-fructofuranosil yang berikatan antar
ujung reduksinya. Sukrosa tidak punya ujung pereduksi sehingga termasuk dalam
gula non perduksi. Sukrosa (C12H22O11)
mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air semakin tinggi
suhu kelarutan semakin besar (Tiench Tirtowinata, 2006).
Di dalam adonan roti, gula
berfungsi sebagai makanan ragi sehingga ragi bisa berkembang lebih cepat dan
proses fermentasi berjalan baik. Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki
warna dan aroma karena proses karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang
higroskopis menjadikan roti lebih awet (Anonim. 2009). Gula ditambahkan pada
jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk proses
fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti. Akan tetapi gula lebih
banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa
manis gula juga mempengaruhi tekstur (Winarno, 2004).
2.9.6. Telur
Telur merupakan suatu bahan
pangan yang mempunyai kualitas protein terbaik jika dibandingakan dari bahan
pangan lainnya dan mengandung beberapa vitamin dan mineral seperti vitamin A,
riboflvin, asam folik, vitamin B6, B12, khalin, zat besi, kalsium, fosfor dan
fotossium. Seluruh vitamin A, D dan E terdapat pada kuning telur. Kuning telur
yang besar mengandung sekitar 60 kalori, sedang putih telur mengandung 15
kalori. Kuning telur yang besar juga mengandung lebih dari 2/3 kebutuhan
kolestrol yang direkomendasikan untuk kebutuhan tubuh sehari-hari (Indarto,
1999).
Tabel 14. Komposisi Kimia Telur Ayam Segar
Komposisi
kimia
|
Telur Ayam Segar
|
||
Utuh
|
Putih Telur
|
Kuning Telur
|
|
Kalori (kkal)
|
162
|
50
|
361
|
Air (gr)
|
74
|
87,8
|
49,4
|
Protein (gr)
|
12,8
|
19,8
|
16,3
|
Lamak (gr)
|
11,5
|
0
|
31,9
|
Karbohidrat (gr)
|
0,7
|
0,8
|
0,7
|
Kalsium (mg)
|
54
|
6
|
147
|
Phosphor (mg)
|
180
|
17
|
586
|
Vitamin A (SI)
|
900
|
0
|
2000
|
Sumber : Benion. (1980)
Telur dalam pembuatan produk roti
berfungsi untuk membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembentuk
struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya
adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok
sehingga udara menyebar rata pada adonan (Astawan, 2008). Telur dapat
mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur produk bakeri dengan daya
emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang
kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Indrasti, 2004).
Telur adalah suatu bahan makanan
sumber zat protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Untuk dunia kuliner telur
sangat penting, karena telur banyak kegunaannya di dalam masak-memasak. Fungsi
telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai pengental, perekat atau
pengikat (Tarwotjo, 1998). Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan
kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung lesitin (emulsifier).
Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50% sedangkan putih telur kadar
airnya 86%. Putih telur memiliki creaming
yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.9.7. Mentega Putih (shortening)
Astawan dan Wahyuni (1991),
mentega putih mengandung 80% lemak dan
17% air.,Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada
pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Tujuan penggunaan lemak dalam pembuatan
roti tawar terutama untuk meningkatkan volume, meningkatkan keseragaman dan
kelunakan remah, memperpanjang daya simpan dan memudahkan proses pemotongan roti
(slicing ability). Menurut Wahyudi
(2003) fungsi shortening dalam
pembuatan roti tawar adalah :
1.
Memperkaya
gizi dan memperbaiki tekstur/pori-pori.
2.
Meningkatkan
kelezatan dan keempukan.
3.
Memperbaiki
aerasi sehingga produk bisa mengembang.
4.
Memperbaiki
cita rasa pada roti.
5.
Sebagai
pengemulsi untuk mempertahankan kelembaban.
6.
Memperbaiki
kehalusan kulit.
Lemak atau minyak tidak larut
dalam air tetapi akan berada dalam bentuk emulsi jika dibuat krim. Karena sangat berpengaruh
terhadap tekstur produk, partikel-partikel lemak harus menyebar secara merata
dalam campuran adonan. Mentega putih dan margain umumnya dibuat dari minyak
yang dihidrogenisasi. Mentega (butter)
dibuat dari lemak (bagian krim susu), jika jumlah mentega dalam resep 85% dari
berat margarin maka air yang harus ditambahkan sekitar 10% dari berat mentega.
Lemak yang digunakan untuk pembuatan roti tawar biasanya menggunakan mentega
putih, karena mentega putih mempunyai warna yang putih sehingga tidak
mempengaruhi warna roti tawar yang dihasilkan, juga mempunyai rasa yang tawar
sehingga tidak mempengaruhi rasa roti tawar yang dihasilkan (Ningrum, 2006).
2.9.8. Garam
Garam dapur (NaCl) banyak
digunakan dalam industri pangan. Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi
sebagai pembentuk cita rasa, dalam konsentrasi cukup tinggi berperan sebagai
pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini
disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion
hidrat dan moleku l air terjerat, menyebabkan Aw bahan pangan menurun (Winarno, 1992).
Dalam bahan pangan garam biasanya
digunakan sebagai bahan pengawet. Garam pada pembuatan roti tawar akan
memberikan rasa gurih, pemakaian garam kurang dari 0,5% biasanya akan
memberikan rasa hambar pada roti tawar (Tarigan, 2003). Kualitas garam yang
dikehendaki dalam pembuatan roti adalah sebagai berikut:
1.
Kebersihan
(bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut).
2.
Halus,
tidak bergumpal-gumpal.
3.
Mudah
larut.
Pemakaian garam dalam pembuatan roti tawar yaitu
garam halus. Menurut Mudjadjanto dan Yulianti (2004), Fungsi garam dalam
pembuatan roti tawar adalah:
1.
Penambah
rasa gurih.
2.
Pembangkit
rasa bahan-bahan lainnya.
3.
Pengontrol
waktu fermentasi dari adonan beragi.
4.
Penambah
kekuatan gluten.
5.
Pengatur
warna kulit dan mencegah timbulnya bakteri dalam adonan.
2.9.9. Air
Pemakaian air dalam pembuatan
roti tawar mempunyai peranan yang penting untuk membentuk gluten, karena
protein tepung terigu dilarutkan oleh air. Jenis air yang digunakan adalah air dingin. Pemakaian air
dalam pembuatan roti tawar sebanyak 62% dari berat tepung (Ningrum, 2006).
Dalam pembuatan roti tawar
air juga berfungsi sebagai pelarut
dari bahan-bahan lain dalam pembuatan roti tawar seperti garam, gula, susu dan sebagainya
(Tarigan, 2003). Kandungan mineral dalam air dapat
mempengaruhi kekerasan adonan, tetutama untuk beberapa jenis tepung, air yang
digunakan harus memenuhi syarat air yang sehat yaitu:
1.
Syarat
fisik artinya air tidak berwarna, berasa, berbau.
2.
Syarat
kimia artinya air tidak mengandung bahan-bahan kimia seperti Fe, Hg, Pb,
kekeruhan dan kesadahan.
3.
Syarat
mikrobiologis artinya tidak mengandung bakteri E coli (Ningrum, 2006).
Dalam pembuatan roti, air
berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten serta pengontrol
kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut garam, penyebar dan
pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan memungkinkan adanya
aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Air juga merupakan komponen
penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
serta cita rasa makanan kita. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
acceptability, kesegaran, dan daya
tahan makanan itu (Ningrum, 2006).
Air yang digunakan dalam proses produksi pengolahan
pangan harus memenuhi kriteria mutu layak dipergunakan untuk proses pengolahan
bahan pangan. Syarat mutu air untuk industri makanan sama dengan syarat mutu
air minum, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 15. Standar Umum Air Untuk
Industri Makanan
Sifat Air
|
Toleransi (ppm)
|
Pengaruh spesifik bila
kelebihan
|
Kekeruhan
|
1-10
|
Pengendapan pada produk dan alat
|
Wana
|
5-10
|
Penyimpangan warna, masalah bahan
organik
|
Rasa dan bau
|
“noti-cable”
|
Meningkatkan rasa dan bau dalam produk
|
Besi atau mangan
|
0,2-0,3
|
Noda, penyimpangan warna dan rasa
serta pertumbuhan “bakteria besi
|
Alkalinitas
|
30-250
|
Netralisasi asam, mengurangi daya awet
|
Kesadahan
|
10-250
|
Pengendapan, absorpsi oleh beberapa
produk
|
Jumlah padatan terlarut
|
850
|
Penyimpangan warna
|
Bahan organis
|
-
|
Penyimpangan rasa, sedimen pembusukan, reaksi
|
Flour
|
1,7
|
Pembusukan enamel gigi pada anak
|
Sumber: Syarief R. dan Irawati A. (1988)
2.9.10. Susu
Jenis susu yang banyak digunakan
dalam proses pembuatan roti tawar adalah susu bubuk, skim dan krim. Krim
mengandung lemak yang tinggi sehingga memberikan kelembutan dan aroma yang
menyenangkan. Susu skim banya mengandung protein (kasein) yang cenderung meningkatkan
penyerapan dan daya menahan air sehingga mengeraskan adonan dan memperlambat
proses fermentasi adonan roti. Susu yang digunakan untuk pembuatan roti pada
umumnya dalam bentuk bubuk (powder) (Eko,T.S.
dan Eirry, M.S. 2007). Hal ini disebabkan alasan kemudahan penyimpanan dan mempunyai umur simpan
yang lebih panjang dibandingkan dengan susu segar. Susu bubuk yang biasa
digunakan adalah susu skim atau susu krim.
Keuntungan susu skim adalah
kandungan air dan kandungan lemaknya rendah sehingga dapat disimpan lebih lama
dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim adalah 2,5% dan kandungan lemaknya
1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk senantiasa dijaga agar tetap kering, hal
ini dilakukan karena susu bubuk bersifat sangat rentan terhadap kerusakan dari
lingkungan terutama air (Wahyudi, 2003). Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan
roti adalah:
1.
Memperbaiki
gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium.
2.
Memberikan
pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein dan gula).
3.
Digunakan
untuk mengoles permukaan roti.
4.
Memperkuat
gluten karena kandungan kalsiumnya.
5.
Menghasilkan
kulit yang enak dan bau aromatik (Anonymous, 2002).
Pada pembuatan roti, untuk tepung
jenis lunak (soft) atau berprotein
rendah, penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard) atau berprotein tinggi. Penambahan
susu sebaiknya susu padat. Alasannya, susu padat menambah penyerapan (absorpsi)
air dan memperkuat adonan. Bahan padat bukan lemak pada susu padat tersebut
berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume roti bertambah
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Susu digunakan untuk memberikan
flavor yang spesifik serta pembentukan warna pada
kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan
oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab mengandung
protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan susu skim
(Wahyudi, 2003).
Komposisi air susu dari berbagai
hewan menyusui sangat bervariasi tetapi pada dasarnya mengandung pada
komponen-komponen yang sama, yaitu air, lemak, laktosa, mineral, vitamin dan
enzim dengan demikian kalau ada variasi mengenai komposisi adalah lebih
bersifat kuantitatif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi komposisi air susu
seperti species, bangsa, umur, musim, pakan, lama interval pemerahan, kegemukan
induk pada waktu melahirkan, fase laktasi perbedaan individu, penyakit (Idris,
1992).
Tabel 16. Komposis Air Susu Sapi Per 1000 ml
Komposisi
|
Presentase
|
Air
|
89,50-84,00
|
Lemak
|
2,60-6,00
|
Protein
|
2,80-4,00
|
Laktosa
|
4,50-6,20
|
Abu
|
0,60,0,08
|
Sumber : Idris (1992)
2.10.
Proses Pembuatan Roti Tawar
2.10.1.
Persiapan
Bahan
Bahan-bahan
untuk membuat roti tawar disiapkan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
formula resepnya. Susunan dan perbandingan bahan-bahan yang digunakan harus
diatur agar memudahkan dalam penanganan dan menghasilkan produk olahan yang
sesuai dengan yang diharapkan. Karakteristik produk ditentukan oleh susunan
bahan-bahan dan proses yang digunakan. Bahan baku merupakan faktor yang
menentukkan dalam proses produksi atau pembuatan bahan makanan. Jika bahan baku
yang digunakan mutunya baik maka diharapkan produk yang dihasilkan juga
berkualitas (Kusmiati, 2005).
2.10.2. Penimbangan bahan
Semua bahan ditimbang sesuai
dengan formula. Penimbangan bahan harus dilakukan dengan benar agar tidak
terjadi kesalahan dalam penggunaan jumlah bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan
makanan merupakan bahan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat
penting agar dihasilkan roti yang berkualitas baik sehingga harus diukur dengan
teliti. Dalam penimbangan, sebaiknya tidak menggunakan sendok atau cangkir
sebagai takaran (Kusmiati, 2005).
2.10.3.
Pencampuran
(Mixing)
Mixing berfungsi
mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada
karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas
pada gluten (gas retention). Mixing
harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari gluten dan
penyerapan airnya. Dengan demikian, pengadukan adonan roti harus sampai kalis.
Pada kondisi tersebut gluten baru tebentuk secara maksimal.
Tujuan mixing adalah menciptakan daya rekat atau membentuk gluten dalam protein tepung
menjadi kalis dengan cara mencampurnya bersama air. Kalis adalah pencapaian
pengadukan secara sempurna sehingga terbentuk permukaan tipis pada adonan.
Tanda adonan kalis apabila adonan sudah tidak lagi menempel pada wadah
pengadukan dan tangan. Selain itu, ketika adonan dilebarkan akan terbentuk
selaput tipis yang elastis
(Bogasari Baking Center. 2006).
Tanda-tanda adonan
roti telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan
atau saat adonan dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis yang elastis. Kunci
pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus tepat karena jika
pengadukkan terlalu lama akan menghasilkan adonan yang keras dan tidak kompak,
sedangkan pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan adonan tidak tercampur
rata dan lengket (Mudjajanto, 2004).
2.10.4.
Peragian (Fermentation)
Tahap peragian adalah mengistirahatkan atau
memfermentasikan adonan untuk membentuk rasa dan volume yang dipengaruhi oleh
kelembaban udara sekitar. Biasanya suhu yang bagus untuk fermentasi adalah pada
suhu 35–44oC, karena suhu tersebut adalah suhu optimum pertumbuhan Sacharomyces cereviceae. Pada saat
fermentasi akan terjadi reaksi antara gula dan ragi sehinnga terbentuk gas CO2,
alkohol dan asam- asam organik. Selama
peragian adonan akan menjadi lebih besar dan ringan, selain itu adonan perlu
sekali dilipat, ditusuk atau dipukul 1-2 kali selama peragian dan pada akhir
peragian. Pemukulan dilakukan agar suhu adonan
rata, gas CO2 hilang dan udara segar tertarik ke dalam adonan
sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak pukulan, gas
yang keluar dari adonan terlalu banyak sehingga roti tidak mengembang
(Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).
Adonan diistirahatkan selam ± 30
menit yang mengakibatkan pemecahan gula oleh ragi menjadi :
1. Gas CO2 :
membuat adonan mengembang
2. Alkohol : memberi aroma pada roti
3. Asam : memberi rasa dan memperlunak gluten
4. Panas : suhu meningkat selama fermentasi
Fungsi ragi (yeast)
dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan dengan mengubah gula
menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam
adonan. Kondisi dari gluten ini akan memungkinkan untuk mengembangkan gas
secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses
fermentasi. Suhu ruangan 35oC dan kelembaban udara 75% merupakan
kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu
ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin
dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasi. Selama peragian, adonan
menjadi lebih besar dan ringan (Mudjajanto, 2004).
2.10.5.
Penimbangan
Adonan (Deviding)
Tahap ini adalah membagi adonan
menjadi beberapa bagian sesuai dengan kebutuhan yang bertujuan untuk
mendapatkan berat dan ukuran yang seragam pada produk akhir. Tahap ini harus
dilakukan dengan cepat karena selama proses berlangsung fermentasi tetap
berlangsung (Anomim, 2007). Roti
agar sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang digunakan
adonan perlu ditimbang, Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam
beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses
fermentasi tetap berjalan (Bogasari Baking Center. 2006).
2.10.6.
Pembentukan
Adonan (Moulding)
Tahap pembentukan
adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah di istirahatkan digiling pakai
roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan jenis roti yang di
inginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan
adonan mencapai ketebalan yang di inginkan sehingga mudah untuk digulung atau
dibentuk (Mudjajanto, 2004).
Tujuan membuat
bulatan-bulatan adonan adalah untuk mendapatkan permukaan yang halus dan
membentuk kembali struktur gluten. Setelah istirahat singkat lagi, adonan dapat
dibentuk menjadi panjang seperti yang dikehendaki. Jika adonan terlalu ditekan
maka kulit akan menjadi tidak seragam dan pecah (Hadi, Y. 2006).
2.10.7.
Peletakan
Adonan dalam Cetakan (Panning)
Adonan yang sudah
digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan cara bagian lipatan diletakkan di
bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik.
Selanjutnya, adonan di diamkan dalam cetakan (pan proof). Sebelum dimasukkan kedalam pembakaran proses ini
dilakukan agar roti berkembang sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan
bentuk dan mutu yang baik. Meletakkan adonan di tengah-tengah
cetakan dengan sambungan diletakkan di bagian bawah supaya tidak terbuka pada
saat dilakukan final proofing atau waktu pemanggangan (Mudjajanto , 2004).
2.10.8.
Pembakaran
(Baking)
Pembakaran adalah
suatu bentuk pemanasan yang dilakukan di dalam oven dengan waktu antara 2,5
sampai 30 menit. Lamanya pembakaran tergantung suhu, jenis oven dan jenis kue.
Makin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pembakaran dapat lebih tinggi (177-2040C)
(Mudjadjanto dan Yulianti, 2004).
Pembakaran berfungsi
untuk mengubah massa adonan manjadi suatu produk yang ringan dan mudah dicerna.
Selama pembakaran, terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer
pada protein yang disebut reaksi maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan
produk yang berwarna coklat yang sering dikehendaki serta kadang sebagai tanda
penurunan mutu (Winarno, 2002). Ketika pemanggangan akan terjadi
proses sebagai berikut:
1.
Volume adonan akan bertambah pada 5 – 6
menit pertama didalam oven.
2.
Aktiviitas ragi pada aonan akan
berhenti pada suhu 63oC.
3.
Terjadi proses karamelisasi gula
sehingga kulit mulai terbentuk.
4.
Denaturasi protein dan gelatinisasi
dari tepung menjadi remah atau daging roti pada suhu 60 – 80oC.
5.
Terjadi penguapan air sebanyak 8 – 10%
dari berat adonan semula.
6.
Roti yang sudah matang akan berwarna
coklat keemasan.
2.11.
Analisa Kelayakan Finansialnya
Studi kelayakan finansialnya
adalah pengkajian terhadap usulan suatu proyek apakah proyek tersebut layak dilaksanakan
dan memungkinkan untuk berkembang atau tidak. Usulan suatu proyek tersebut
harus diikaji, selidiki, diteliti, dan lain-lain dari berbagai aspek teknis,
aspek proses termasuk input, output dan pemasaran, aspek sosial ekonomi dan
lain-lain. Dalam studi dibagi menjadi lima tahap yaitu tahap persiapan, tahap
penyusunan, tahap data, tahap pengolahan data dan tahap evaluasi proyek.
Analisa usaha adalah studi yang
melihat suatu proyek dari susut lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai
kepentingan langsung dalam proyek atau yang menginvestasikan modalnya kedalam
proyek. Aspek finansial merupakan aspek utama yang menyangkut tentang
perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukan atau return dalam suatu
proyek (Pudjosumarto, 1984).
Suatu ukuran yang menyeluruh
tentang layak tidak dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang dapat
dipertanggungjawabkan penggunaannya yaitu:
2.11.1. Break Event Point (BEP)
Break Event Point adalah
suatu keadaan dimana suatu tingkat penjualan tertentu, perusahaan tidak
memperoleh keuntungan ataupun menderita kerugian (Syamsudin, 1985).
Titik pulang pokok (BEP) ini
digunakan untuk merencanakan keuntungan dan perusahaan memperoleh keuntungan
apabila penjualan diatas BEP/titik pulang pokok (Pratomo, 1985).
Perhiutngan titik pulang pokok
suatu perusahaan didasarkan pada pedoman sebagai berikut:
Dimana :
BEP = Titik pulang pokok (Rp)
FC = Biaya
tetap (Rp)
VC = Biaya
tidak tetap/satuan produk (Rp)
S = Harga
jual/satuan pokok (Rp)
2.11.2. Payeck Periode
Paybeck periode adalah merupakan jangkan waktu
yang diperlukan untuk bayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang
telah dikeluarkan didalam investasi suatu produk. Biasanya digunakan sebagai
pedoman untuk menentukan suatu proyek yang dapat mengembalikan biaya investasi
paling cepat. Makin cepat pengembaliannya makin baik dan kemungkinan besar
sebagai usaha (Pudjosumarto, 1985).
Rumus payback periode dalam studi
yang sering digunakan adalah:
Dimana
:
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab
= Benefit bersih
2.11.3. Net Presen Value
Net presen value adalah
merupakan selisih antara value dari benefit dengan value biaya. Bila dalam
studi diperoleh nilai NPV ≥ 0 berarti proyek layak dilaksanakan dan jika dalam
perhitungan NPV ≤ 0, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah
dkk, 1978). Rumus NPV sebagai berikut:
NPV=∑n
Bt-Ct
t=1(1+i)1
Dimana:
Bt = Benefit
pada tahun ke-t
Ct = Biaya
tahun ke-t
N = Umur ekonomis suatu proyek
I =
Tingkat suku bunga
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan
waktu
Tempat
penilitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem Produksi
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Penelitian ini direncanakan selesai dalam waktu 2
bulan dimulai pada bulan Juli 2013 hingga Agustus 2013.
3.2.
Bahan dan
Alat
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tepung jagung, tepung tegiru, ragi roti,
bread improver, gula, telur, mentega
putih/shortening, garam, susu tepung
dan air.
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: mixer, oven, loyang atau cetakan roti
tawar, baskom, panci, ember, sendok makan atau sendok teh, beaker glass, timbangan, kompor gas, pisau, talenan, blender,
alat pengukus, freezer, tanur, gelas ukur, desikator, sealer, ayakan/saringan, dan lain-lain.
3.3.
Rancangan
Percobaan
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal. Faktor yang diteliti
adalah proporsi tepung terigu dan tepung jagung, yang terdiri atas 5 taraf.
Adapun proporsinya adalah sebagai berikut:
A1= Tepung Terigu 90% dan Tepung Jagung 10%
A2= Tepung Terigu 80% dan Tepung Jagung
20%
A3= Tepung Terigu 70% dan Tepung Jagung 30%
A4= Tepung Terigu 60% dan Tepung Jagung 40%
A5= Tepung Terigu 50% dan Tepung Jagung 50%
Masing-masing
taraf diulang sebanyak 4 kali. Analisa data dilakukan menggunakan Analisys Of Varians, (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan Uji DMRT 5%.
3.4.
Pelaksanaan
Penelitian
Penelitian
ini dibagi dua tahap yaitu :
3.4.1. Tahap I Pembuatan Tepung Jagung (Juniawati,
2003)
1.
Jagung
di dipipilkan dengan secara manual.
2.
Siapkan
jagung yang pipil.
3.
Bersihkan
dari kotoran dan keringkan dengan sinar matahari selama 1 hari.
4.
Penggilingan
pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan ukuran 50 msh.
5.
Selanjutnya,
grits jagung yang diperoleh dari
penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama 4 jam, kemudian
dikeringkan kembali dengan sinar matahari sampai kering agar tidak mudah
menjamur (kadar air 15-18%).
6.
Penggilingan
kedua yang merupakan penggilingan grits
jagung menggunakan disc mill (penggiling halus).
7.
Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung.
8.
Tepung
jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh.
9.
Tepung
jagung.
|
|
Gambar 1. Pembuatan Tepung Jagung (Juniawati, 2003)
3.4.2. Tahap II Pembuatan Roti Tawar
1.
Siapkan
bahan-bahan seperti: tepung jagung, tepung tegiru, ragi roti, bread improver, gula, telur, mentega putih/shortening, garam, susu tepung dan air.
2.
Campurkan
tepung jagung, tepung terigu sesuai perlakuan. Kemudian tambahakan gula 5%,
garam 7,5%, ragi roti 7,5%, shortening
4%, bread improver0,74%, kuning telur 3%, susu bubuk 2%, air
61%.
3.
Aduk
sampai semua tercampur rata. Tambahkan air sedikit demi sedikit sampai
tercampur rata.
4.
Tambahkan
mentega putih, semuanya di aduk lagi selama 40 menit hingga kalis
5.
Adonan
dibiarkan selama 30 menit dengan suhu 27oC didalam ember tertutup
dengan lap basah hingga mengembang.
6.
Pembentukan
atau pembagian adonan masing-masing 500 gram.
7.
Adonan
dibiarkan kembali selama 40 menit, dalam tempat cetak roti tawar.
8.
Panggang
dalam oven yang sudah dipanaskan pada suhu 2200C selama 20-25 menit.
9.
Roti
tawar.
|
|
|
Gambar 2. Diagram Alir Proes Pembuatan Roti Tawar
3.4.3. Analisa Sifat Kimia dan Uji Organoleptik
a)
Analisa
sifat kimia
1.
Analisa
kadar Protein metode (Kjedahl) (Sudarmadji, dkk; 1997).
2.
Analisa
kadar Air dengan menggunakan metode (Oven) (Sudarmadji, dkk; 1997).
3.
Analisa
kadar Abu dengan menggunakan metode (Tanur) (Sudarmadji; 1997).
4.
Kadar
karbohidrat (Yuwono dan Susanto, 2001)
5.
Kadar
Lemak (AOAC, 1984)
b)
Uji
organoleptik dengan metode Hedonik (Soekarto, 1985).
1.
Uji
Rasa
2.
Uji
Aroma
3.
Uji
Warna
4.
Uji
Volume Pengembangan
3.5.
Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan
Analisys Of Varians (ANOVA). Bila
menunjukkan beda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) 5%. Data-data nonparametrik diuji
dengan menggunakan uji Kruskal and Wallis (Gomez and Gomez, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?id=239.htm. [5 November
2007].
Anonim, 2008. Gizi Roti Dari Adonan Sampai Topping. http://bandung.detik.com/read/2008/05/28/gizi-roti-dari-adonan-sampai-topping. (Diakses:15
September 2009).
Anonim, 2009a. Roti Lebih Oke Dari Pada Nasi Mie. http://frankiemegaboga.blogspot.com/2009/08/roti-lebih-oke-dari-pada-nasi.mie.html. (Diakses: 15
September 2009.
Anonim, 2009b.
Dibalik Empuknya Roti. http://www.halalguide.info/2009/04/27/dibalik.empuknya-roti. (Diakses: 16
September 2009).
Anonim, 2009. Komposisi Gula Dan Garam. www.aboutbread.blogspot.com. page3.mei
2006. Diakses 16 mei 2007.
Anonymous, 2002. Serba-Serbi
Susu Olahan. http://www.Indomedia.Com/Metrobanjar/012002/23/Kesehatan.Html.
AOAC. 1984. Association Of Official
Analitical Chemist. Official Metods Of Analysis. Inc. Arlington Virginia.
Apriyantono (2002) dalam Pambudi ND. 2011. Pengaruh Metode Pengolahan Terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas
(Pomacea canaliculata) Dari Perairan Situ Gede, Bogor. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Apriyantono, A., 2009. Tips Mengolah
dan Memodifikasi Adonan Roti. http://dunia.pelajar-islam.or.id. [21 Juni
2009].
Asmarajati, T. 1999. Pengaruh
Blanching dan Suplementasi Bekatul Terhadap Kualitas Cookies. Skripsi.
Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto.
Astawan dan Wahyuni 1991. Kandungan
Serat Dan Gizi Pada Roti Ungguli Mie Dan Nasi. http://www.gizi.net. (akses 10
januari 2011).
Astawan, M.
2006. Talk About Bread. http://www.ayahbundaonline.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Nutrisi&info_id=4.
Astawan, M.,
2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007. Standar Mutu Roti Tawar SNI 01-3840-1995. Bhratara, Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727
-1993. Tepung Jagung. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727
-1993. Syarat Mutu Tepung Jagung.
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Benion. 1980. The Science Of Food.
Jhon Willey And Sons Inc. New York.
Bogasari Baking Center. 2006. Teori Roti dan Resep Internasional. PT
Gratika Multi Warna. Jakarta.
Bogasari. 2010. Penggunaan Tepung Terigu dalam Pembuatan
Roti. http://www.bogasariflour.com. [29 Januari
2010].
Boyer, C. D. dan J. C. Shannon. 2003. Carbohydrates
of the Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds.). Corn:
Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota,
USA.
Buckle, r.a. 1985. Ilmu Pangan.
Gramedia. Jakarta.
Buckle K.A, Edwards A.R, Fleet H.G dan Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. (Terjemahan).UI. Jakarta.
Damardjati, D.S., S. Widowati, J. Wargiono, dan S. Purba. 2000. Potensi dan Pendayagunaan Sumber Daya Bahan
Pangan Lokal Serealia, Umbi-umbian, dan Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman
Pangan. Makalah pada Lokakarya Pengembangan Pangan Alternatif. Jakarta, 24
Oktober 2000. 24 hal.
Direktorat Gizi, Depkes RI. 1990. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Eko,T.S. dan Eirry, M.S. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
GMSK. 1999. Buku Profil Pangan Lokal
Sumber Karbohidrat. IPB. Jurusan Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Kerjasama dengan Proyek Diversifikasi Pangan dan Gizi Biro Perencanaan DEPTAN
1999-2000. FAPERTA-IPB. Bogor.
Gomez, K. A. Gomez, A. A. 1995. Prosedur
Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan Oleh Endang Syamsuddin
dan Justika S. Baharsyah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Hadi, Y. 2006. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Produk Roti. Food review Indonesia Bogor.
Hamidah. 2008. Job Sheet Patiseri I.
Yogyakarta: Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.
Hidayat. 2007. Roti Tawar Klasik dan Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadiningsih, N. 1999. Pemanfaatan
Tepung Jagung Sebagai Bahan Pensubstitusi Terigu Dalam Pembuatan Produk Mie
Kering yang Difortifikasi Dengan Tepung Bayam. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hoseney, R.C. 1998. Principles Of Cereal
Science And Technology, 2nd Edition. American Association of
cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
Idris, S. 1992. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan
Universiatas Brawijaya. Malang.
Indarto, 1999. Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan I. Liberty. Yogyakarta.
Jaya. P, 2008. Jenis Tepung. http://www.pandujaya/2008/. Macam Jenis
Tepung. (Diakses : 15 September 2009).
Jenie, B.S.L. 1993. Penanganan Limbah
Industri Pangan. Kanisius.Yogyakarta.
Johnson, L.A. 1991. Corn: Production,
Processing, And Utilization. Di dalam: Handbook of Cereal Science of
technology. Karel K and Josep GP, editor. Marcell Decker Inc., New York.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses
Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen.
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kadariah, 1987.
Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.
Kent NL, Evers AD. 1994. Technology
of Cereals; An Introduction for Student of Food Science and Agriculture. Ed
ke-4. Oxford: Elseveir Science Ltd.
Kusmiati, 2005. Membuat Aneka Roti.
PT. Musi Perkasa Utama. Jakarta.
Kusumastuti, Retno. 2006. Analisis
Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue (Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti
dan Kue). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
Lange, M. dan Bogasari Baking Center, 2004. Roti. Gaya Favorit Press.
Jakarta.
Lawton, J. W. dan C. M. Wilson. 2003. Proteins
Of The Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds.). Corn:
Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota,
USA.
Laztity, R. 1996. The Chemistry Of
Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc., Boca Raton,
Florida.
Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. 2006. Roti Teori dan Resep
Internasional. PT. Gratika Multi warna. Jakarta.
Mila, M. 1998. Pengaruh Perbandingan
Tepung Gude (Cajanus cajan L) dan Tepung Terigu Terhadap Mutu Roti Tawar.
Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor.
Mudjajanto, Setyone dan Yulianti, L. N. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2007. Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Mudjajanto, eddy dan noor. 2004. Pembuat
Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nirmala. 2008. Fakta di balik mitos
gluten. http://cybermed.cbn.net.id. Diakses
Tanggal 11 Juni 2009.
Ningrum, W R. 2006. Eksperimen Pembuatan
Roti Tawar Dengan Menggunakan Jenis Lemak Yang Berbeda. Skripsi Jurusan
Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Pratomo, 1985. Analisa Pulang Pokok. BPFE. Yogyakarta.
Pudjosumarto, M. 1984. Evaluasi Proyek. Liberty. Jakarta.
Richana N. dan Suarni. 2007. Teknologi
Pengolahan Jagung. In Sumarno et al. Jagung: Teknik Produksi dan
Pengembangan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. P: 386-409.
Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung
Jagung Komposit, Pembuatan Dan Pengolahannya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif
Pascapanen Pengembangan Pertanian. BPPPT, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Industri Pangan Dan Hasil Pertania. Penerbit
Bhratara Karya Aksar. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI).01-3840-1995. Syarat Mutu Roti Tawar. Dewan Standar Nasional. Jakarta.
Sudarmadji, S, B. Haryono dan
Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Subarna. 1996. Formulasi
Produk-Produk Serealia dan Umbi-umbian Untuk Produk Ekstruksi, Bakery, dan
Penggorengan. Makalah yang disampaikan pada penelitian produk-produk olahan
ekstruksi, bakery dan friying. PAU Pangan Gizi. Kantor Menteri Urusan Pangan.
Jakarta.
SNI 01-3727-1995. Standar Nasional
Indonesia. Peraturan Teknis Tepung Jagung. Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Jakarta.
SNI, 01-3840-1995. Standar Nasional Indonesia. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
SNI 01-3751-1995. Standar Nasional Indonesia. Peraturan Teknis Tepung Terigu. Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Jakarta.
Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum,
Jagung, dan Beras untuk Pembuatan Kue Basah (cake). Risalah Penelitian
Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros.
Vol 6. hlm 55-60.
Subarna. 2002. Pelatihan Roti. PT
Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto. 1998. Bertanam Jagung.
Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam
Jagung (Edisi Revisi). Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprapti, lies. 2003. Tepung Ubi
Jalar, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.
Sriboga Ratu Raya. 2005. Sekilas Tentang Tepung Terigu Dengan
Aplikasinya. Semarang.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta
Tarigan, R., 2003. Pengaruh
Perbandingan Tepung Kacang Hijau (Phaesolus
radiates L.) dan Tepung Terigu Terhadap Beberapa Komponen Mutu Roti
Tawar. Skripsi Fakultas pertanian.
Tarwotjo, Soedjoeti. 1998. Dasar-Dasar
Gizi Kuliner. Gramedia Widiasarana. Jakarta.
Tiench Tirtowinata, Spgk. 2006. Makanan
Dalam Perspektif Al-Quran Dalam Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas
indonesia. Jakarta..
Tjitrosoepomo, C., 1991. Taksonomi
Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press, Yogyakarta.
Wahyudi, 2003. Memproduksi Roti.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti.
Modul Sekolah Menengah Kejuruan. Depdiknas, Jakarta.
Watson. 2003. Corn: Chemistry and
Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul
Minnesota. USA.
Wijandi, S. Saillah. 2003.
Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departamen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Winarno, F. G, 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan
dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Yuwono dan Susanto. 2001. Pengujian
Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
BOLAVITA SITUS JUDI ONLINE TERPERCAYA
BalasHapusNEW MEMBER BONUS SPORTBOOK 10%
NEW MEMBER BONUS LIVE KASINO 10%
NEW MEMBER TEMBAK IKAN 10%
NEW MEMBER SABUNG AYAM 10%
NEW MEMBER TANGKAS GAME 10%
ROLLINGAN KASINO LIVE ( BONUS RELOAD 0.7% )
BONUS CASHBACK MINGGUAN SPORTS HINGGA 10%
POTONGAN TOGEL ONLINE KLIK4D DAN ISINLIVE FULL
BONUS REFERENSI KAWAN 7%
Dan masih banyak lagi bonus-bonus lainnya yang bisa anda dapatkan.
Tunggu Apalagi Langsung Daftar & Bermain bersama kami
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )